Sore barusan ini saya membaca berita soal penangkapan satu Teroris di Magetan oleh Densus 88 AT Polri, lagi-lagi dari kelompok Teroris Jamaah Isalamiyah. Yang kita harus ingat adalah, Jamaah Islamiyah, kata Bilveer Singh, peneliti Centre of Excellence for National Security (CENS), tetap menjadi kelompok teroris yang paling berbahaya di Asia Tenggara. Jamaah Islamiyah ini termasuk kelompok teroris yang cukup tua, mengutip dari laman Center for International Security and Cooperation (CISAC) Stanford University, Jamaah Islamiyah merupakan pecahan organisasi Darul Islam (DI). Kelompok ini diperkirakan mulai bersatu dan membentuk organisasi resmi pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an. Artinya sudah lumayan tua dan tetap eksis hingga hari ini. Lantas terfikir, apakah Jamaah Islamiyah akan mengubah pola “Perjuangan”nya melalui jalur-jalur legal, semisal menjadi partai politik?
Pertanyaan saya dilatar belakangi dari satu data menarik dari tulisan Seth G Jones dan Martin C Libicki dalam How Terrorist Group End: Implication for Countering Al Qaeda yang terbit pada 2008, bahwa, rata-rata kelompok teroris dunia berumur pendek. Dan rata-rata mereka bubar diakibatkan oleh dua hal utama, pertama dihabisi oleh Polisi, dan kedua dibukakan jalan oleh pemerintah setempat untuk terlibat dalam proses politik, mendirikan partai politik misalnya. Lantas apakah dalam sejarah dunia ada Kelompok-kelompok teroris yang bertransformasi menjadi partai politik? Banyak, misalnya African National Congress (ANC), Hezbollah, Palestinian Liberation Organization (PLO), Kosovo Liberation Army, dan Irish Republican Army (IRA). Untuk membukakan jalan kepada kelompok teroris, saya kira tidak akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia, namun apakah Jamaah Islamiyah di Indoensia akan membuat partai politik juga? Atau masuk pada partai-partai politik untuk mengakomodir kepentingannya?
PDRI dan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU-PPII).
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU-PPII) membentuk Partai Dakwah Rakyat Indonesia, para Islamis yang kemudian “Mengamanahkan” kepemimpinan partai tersebut kepada Farid Okbah, yang versi BPU-PII Farid Okbah mempunyai rekam jejak yang konsisten dalam dunia dakwah dan tidak pernah terlibat dalam aksi melanggar hukum atau inkonstitusional. Hehe … Pada kenyataannya adalah, Farid Okbah adalah Dewan Syuro Jamaah Islamiyah, satu jabatan tinggi di kelompok teroris tersebut, dan ditangkap oleh Densus 88 AT Polri pada 16 November 2021 lalu. Kelolisian sudah sadar akan bagaimana transformasi Jamaah Islamiyah baik dari segi manajemen dan strategi, PDRI dibuat untuk mengakomodir Jamaah Islamiyah berjuang pada jalur-jalur legal negara Indonesia. Sedangkan di medio Februari 2022 kemarin, 3 teroris kelompok Jamaah Islamiyah ditangkap Densus 88 AT Polri di Bengkulu, yang salah satunya adalah Rahmat hidayat, seorang kader partai Ummat, dua fakta bahwa benar adanya pergeseran strategi kelompok teroris di Indonesia dengan masuk pada “Maydan Dakwah”, lahan perjuangan baru mereka yang bernama partai politik.
Lantas bagaimana menyikapinya?
Pemerintah harus serius menangani fenomena ini, tidak cukup berhenti hanya pada satu kesadaran bahwa strategi kelompok teroris, khususnya Jamaah Islamiyah. Harus ada satu tindakan yang integral untuk menanganinya, tidak boleh parsial, kesadaran bersama bahwa terorisme di Indonesia hari ini adalah sangat menghawatirkan harus dirasakan oleh semua pemangku kebijakan negara ini. Walaupun mereka selalu berlindung pada sisitem demokrasi yang padahal mereka sejatinya musuhi dan bersembunyi dibalik hak asasi manusia. Dan yang tak kalah pentingnya adalah, melihat kenyataan arus deras informasi hari ini, media sosial menjadi ladang subur segala macam bentuk propaganda radikalisme dan terorisme, masing-masing kita punya tanggung jawab bersama untuk melawan semua propaganda mereka, pada satu kesadaran digital yang sama, bahwa radikalisme dan terorisme adalah musuh bersama diatas segala perbedaan kita, apapun sikap dan pandangan, serta calon presiden kita misalnya, radikalisme dan terorisme adalah musuh kita bersama. Partai-partai politik juga harus bertanggung jawab untuk tidak oportunis hanya demi meraup suara, lalu kemudian mengakomodir Kelompok-kelompok teroris masuk ke partainya, menggunakan agama sebagai bentuk politik indentitas dengan satu alasan berbahaya seperti, karena dia aktif dalam berdakwah misalnya, ini berbahaya.
Afif Fuad Saidi.