Dada saya bergemuruh, mata saya berkaca, melihat Sahabat-sahabat saya Banser Muntilan, berdiri tegap memegang bingkai berisi Potret Gus Dur. Bukan di gedung NU, bukan di Pesantren, namun di pelataran Kelenteng Hok An Kiong, Muntilan Kabupaten Magelang. Yap, Banser dan semua Badan otonom NU di Muntilan mengadakan Apel Kebinekaan dan doa Kebangsaan lintas Iman, yang diinisiasi oleh Majelis Wakil Cabang NU Muntilan, sekaligus menyerahkan Potret Gus Dur untuk kelenteng tersebut, memaknai dua perayaan, Hari Lahir NU Ke-96 dan perayaan Imlek 2022.

Potret indah bagaimana NU Muntilan memupuk semai indah perjuangan Gus Dur bagi saudara Tionghoa kita adalah pelajaran yang sangat berharga bagi kita, bagi Indonesia. Gus Dur menyemai indah toleransi dalam keberagaman Iman tidak mudah, berani mendobrak segala aral dan melewati batas keumuman kala itu, demi satu semangat bahwa semua agama harus dihormati, karena beragam agama inilah yang menjadikan satu entitas kebangsaan yang bernama Indonesia.

Pada 10 Maret 2004 lalu, di Kelenteng Tay Kek Sie, Gus Dur dinobatkan sebagai “Bapak Tionghoa”. Kala itu Gus Dur hadir dengan memakai baju Cheongsam dan duduk di Kursi roda. Gus Dur kala menjadi Presiden RI, mencabut larangan bagi warga Tionghoa merayakan Imlek lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2006. Keppres yang dibuat Gus Dur mematahkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China yang dikeluarkan Presiden Soerharto di masa Orde Baru memimpin Indonesia. Di peraturan lama, warga Tionghoa di Indonesia tidak diperkenankan melakukan tradisi atau kegiatan peribadatan secara mencolok dan hanya diperbolehkan di lingkungan keluarga. Aturan ini berlaku 32 tahun lamanya di era kepemimpinan Soeharto. Pembelaan pada warga Tionghoa yang saya kira tidak ada hingga saat ini yang menandingi ketulusan dan keberaniannya. Yap, sekali lagi Gus Dur adalah “Bapak Tionghoa Indonesia”.

Jika Banser hari ini menjaga Geraja saat misa Natal, menjaga perayaan Hari Raya Nyepi di Bali, ikut menjaga Kelenteng saat malam perayaan Imlek, sebenarnya yang kami lakukan adalah menjaga Indonesia, menjaga rukun damai dan toleran dalam keberagaman Iman, yang kami lakukan sebenarnya adalah Manut Dawuh Gus Dur. Yang kami lakukan sebenarnya adalah memupuk semai ajaran dan semangat Gus Dur. Beratus kali kami ditanya kenapa menjaga tempat ibadah agama lain saat ada perayaan keagamaan mereka, maka beratus kali juga kami jawab dengan lantang, kami menjalankan perintah Gus Dur. Titik.

Nahdlatul Ulama beserta segenap Badan otonomnya hari ini dan selamanya akan tetap pada semangat-semangat Gus Dur untuk Islam Indoensia, Islam dengan nuansa Ke-Indonesiaan yang sangat beragam Agama, Kepercayaan, Budaya dan Adat istiadat. Semangat Gus Dur atas kemanusiaan dan Pluralisme akan terus kami pupuk dalam sikap-sikap kebangsaan kami. Terlebih hari ini, di mana rongrongan pada Kebinekaan, keberagama lantang ditabuh oleh kelompok kecil yang mengatas namakan Tuhan untuk membenarkan Eklusifitas dan kekakuan pemahaman beragama mereka. Hari ini kami tidak sendiri, semua lantang meneriakkan perlawanan kepada kelompol kecil itu, bahwa Sing Waras Ojo Ngalah, yang waras jangan mengalah pada mereka yang akan merusak Kebinekaan kita. 

Selamat merayakan tahun baru Imlek 2022, Imlek bagi kami adalah merayakan keberagaman, merayakan Pluralisme dan kemanusiaan, merayakan semangat Gus Dur untuk menjaga Indonesia.

By Afif

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *