Nahdlatul Ulama sebagai sebuah Jam`iyah dan Jamaah yang lahir dari jalan damai dakwah dan akulturasi budaya moyang bangsa ini dalam perjalannya selalu penuh dengan simbol-simbol, Kiai-kiai NU juga begitu, adalah Khas Kiai kita yang kadang menyimbolkan sesuatu hanya dengan sebatas yang tersirat saja, kadang datang sebagai sebuah Isyarah, Clue, petunjuk.

Kali ini, saat tulisan ini dibuat, tepat Hari Lahir NU yang ke-96. Hampir satu abad NU lahir, berdiri dan mewarnai setiap episode langkah Bangsa ini, bahkan sejak sebelum merdeka. Menjadi tonggak kokoh menyanggah besarnya bangsa ini, menjadi payung teduh bagi Kebhinekaan pertiwi. Sebelum melanjutkan, mari sejenak kita menundukkan kepala, memberi Hurmat pada segenap para Muassis NU, para Ulama kekasih Allah, Lahumul Fatihah …

Kiai Yahya, Ketua Umum PBNU kemarin pamit, mohon izin, kepada Masyarakat Sepaku, Penajam Paser utara, Kalimantan Timur, untuk menenmpati, untuk PBNU kelak berkantor di sana. Karena Maklum, Sepaku, Penajam Paser Utara merupakan calon ibu kota baru Indonesia. Sudah diketok namanya, yakni Ibu Kota Nusantara. Bagi saya pribadi, mencanangkan kantor PBNU yang baru di Ibu Kota Nusantara bukan hanya perkara pemindahan perkara administratif sebuah organisasi. Namun lebih dari itu, ini simbol, ini sebuah Isyarah bagaimana NU sebagai salah satu bagian besar dari Bangsa ini, mempunyai tanggung jawab moral untuk bangsa ini tetap tegak kokoh pada cita-cita para pendirinya, sebagai satu bangsa besar dengan semangat luhur Bineka Tunggal Ika. Secara tersirat, mendahului untuk menempati Ibu Kota Nusantara adalah bentuk dari, “NU akan terus menjadi garda terdepan untuk mengawal dan membersamai bangsa ini. “.

NU yang akan menjamin Bangsa ini dari segala macam bentuk ancaman yang membahayakan Indonesia, bergandeng tangan bersama-sama semua Masyarakat Indonesia yang ingin bangsa ini tetap damai dan sejahtera, terlebih seperti yang terjadi saat ini, upaya-upaya untuk terus merongrong Kebinikaan, toleransi dan keragaman terus dilakukan oleh kelompok-kelompok yang selalu mengatasnamakan agama untuk pembenaran setiap tingkah lakunya. Upaya untuk memecah belah bangsa yang terus dilakukan oleh mereka dengan mengusung Eklusifisme beragama, yang jika dibiarkan, tidak menutup kemungkinan bangsa ini akan bernasib sama dengan bangsa-bangsa di timut tengah sana yang luluh lantak oleh kekacauan yang dibuat kelompok-kelompok seperti mereka. 

Dalam satu adagium Khas NU, kemarin Kiai Yahya berseloroh, bahwa Ibu Kota Nusantara, Nusantaranya itu adalah kependekan dari NU, Santri, Pemerintah dan Rakyat. Ya, sebuah adagium dengan satu simbol bahwa ada NU, ada santri-santri yang dengan kelengkapan piranti Akhlaq dan Keilmuan, ada pemerintah dan Rakyat yang akan bersama untuk terus mengawal Bangsa ini. Ibu Kota Nusantara adalah semangat baru bagaimana bangsa ini akan dikelola. Nama Nusantara dipilih untuk menjamin kemajemukan, kebinekaan dan keberagaman. 

Menysongsong satu Abad NU, NU terus berbenah dan menyiapkan diri untuk terus menjadi payung teduh bagi Indonesia dan dunia. Kiai Yahya dan seluruh jajaran pengurus PBNU punya Kredibilitas dan Kababilitas untuk menahkodai NU membawa semangat damai bagi Indonesia, bagi Dunia.  Selamat Ber-Harlah NU tercinta, selamat menyongsong satu Abad NU. Selamat berhidmah para pengurus baru PBNU, tugas perjuangan dan pengabdian yang tidak mudah, Dawuh Romo Kiai As`ad, “Jika NU salah, yang salah bukan warganya, namun salah pengurusnya”. Namun kita punya sejarah panjang bagaimana NU terus berada para Track berjuang untuk Indonesia dan dunia.

اللهم صل على سيدنا محمد
صلاة ترغب وتنشط
وتحمس بها الجهاد لإحياء
وإعلاء دين الإسلام
وتحمس بها الجهاد لإحياء
وإعلاء دين الإسلام

By Afif

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *