Muktamar sudah usai, dengan adem, damai dan seperti ciri Khas NU, pasti ada Ger-gerannya, misalnya, Pas seru-serunya perhitungan hasil pemilihan, ada saja peserta yang Interupsi, Sendalnya Ketuker katanya sehabis Sholat Subuh, belum lagi ada nama Muktamirin yang bernama persis seperti salah satu partai politik, hahaha …
Romo Kiai Yahya Cholil Staquf yang akhirnya dipilih Langit, melalui Muktamirin, saya masih Haqqul yakinbahwa ketua PBNU adalah dipilih oleh langit, Ridlo Allah SWT, Rosul, para malaikat dan poro Muassis NU yang sudah mendahului kita, kita patut bersyukur, kini kita sudah punya Ketua PBNU yang baru, Nahkoda baru dari kapal besar bernama Nahdlatul Ulama.
Ketika Muktamar Lampung kemarin berlangsung, banyak Muktamirin yang Nyeletuk Guyon begini, (Saya bilang Guyon, bukan sindiran, apalagi hinaan), “NU itu organisasi Ulama, masa mau dipimpin oleh Gus”. Cukup menggelitik, Guyon yang dialamatkan ke Kiai Yahya yang sebelum ini Masyhur dengan panggilan Gus Yahya. Gus, dalam epistimologi Pesantren adalah sebutan untuk anak Kiai, namanya anak Kiai ya tentu masih Muda, Kiai Yahya adalah putera Ulama besar NU, Alm KH. Cholil Bisri, dan beliau juga masih muda Toh, ya sudah, Bener itu, panggilannya memang Gus Yahya.
Namun Kiai Yahya dipanggil Gus hanya karena umurnya masih tergolong muda, hanya itu, untuk keilmuan, pemikiran dan sumbangsih untuk NU, bagi saya, beliau sudah pada level Ulama, bukan karena jadi ketua umum PBNU, jauh sebelum ini memang pemikiran, sikap, keluasan ilmunya adalah kaliber Ulama, Ulama dunia bahkan. Pemikirannya kadang jauh, bahkan sangat jauh kedepan, luas dan integral, saya pernah mendengar ceramah beliau saat saya kebetulan menjadi peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) VII GP Ansor di Tanara Banten. Hampir 4 jam beliau dengan tanpa lelah, berapi-api menjelaskan apa ide-ide besarnya, apa yang sudah beliau lakukan, untuk NU, untuk tatanan perdamaian dunia. Saya menyimak bercampur pusing, hampir Ndak Nyandak, bagi saya waktu itu, “Beliau ini apa yang di dahar ya? Kok sampai pemikirannya bisa seperti ini?” Berbicara lantang tentang Humanitarian Islam, tentang ide besar berjudul “We Choose Rahmah” sebagai satu pendekatan perdamaian dunia, tentang begaimana NU kedepannya, Astgfrullah … saya Ndak jadi Ngantuk, saya melihat Gus dur dengan versi lebih enerjik di depan saya.
Kiai Yahya adalah Ulama pemikir dan eksekutor yang baik, ketika hendak berbicara lantang tentang pembelaan terhadap Palestina misalnya, ide besar beliau tawarkan langsung, berdiri tegak di forum elite di jantung Israel. Ndak cuman nulis di Koran misalnya, atau teriak-teriak demo di Monas. Tekat, nekatnya sudah mirip Gus Dur, maklum, beliau adalah “Anak Ideologisnya”. Ketika beliau gusar memaknai NU saat ini, ide-ide besarnya beliau tulis apik, sangat apik menurut saya, dalam buku yang berjudul “Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama”. Yang bikin saya tertegun adalah, di halaman pertamanya, tertulis, “Tajdid Jam`iyyah untuk khidmad Milenial”. Yap, satu tawaran ide besar untuk pembaharuan NU untuk Khidmad-khidmad dimana kita hidup dalam era milenial saat ini. Di buku itu, lagi lagi saya bergumam dalam membacanya, “Beliau ini dahar apa Sih, kok bisa mikir sampe kesitu”. Bicara tentang NU dan dunia Islam yang sudah berubah, memaknai lahirnya NU yang baru saya ketemu dengan penafsiran yang agak lain dari yang biasa saya baca, lingkup Khidmah Kader NU, pola pikir kader, dan Humanitarian Islam di bahas dalam buku yang berisi Gagasan-gagasan besar beliau itu. Mungkin diantara banyak murid Ideologis Gus Dur, Kiai Yahya adalah yang paling mendalami fikir sikap Gus Dur dahulu.
Dari sedikit yang saya ceritakan di atas, apalagi saat ini beliau ketua umum PBNU, saya harus membiasakan lidah saya menyebut beliau dengan sebutan Kiai Yahya, walaupun masih muda, Ihtiroman pada kealimannya, kepada amanah yang beliau emban, namun saya kira beliau sendiri juga Ndak mau ambil pusing orang mau memanggil dengan sebutan apa, Kiai Yahya, Gus Yahya, Pak Yahya, Mr Yahya. Jika kemarin semangat beliau memimpin NU adalah ingin menghidupkan kembali Gus Dur, maka kita tunggu saja, Hizb “Gitu aja Kok repotnya” Gus Dur lahir kembali juga. Hehehe …